Friday, 28 July 2023

Sahabat Yang Tersisa - Irawan Suharto

Jarum jam menyapa angka tiga. Jalan Basuki Rahmat berangsur padat dengan rombongan orang pulang kerja. Di sudut kompleks pertokoan Kayutangan, tiga sahabat lihai memainkan jari tangan. Memangkas rambut para pelanggan. 

Subaqhir, M. Nur, dan Sukadi. Tiga yang tersisa. Usia mereka sudah tak lagi muda. Mengelola Pangkas Rambut Sahabat yang hadir sejak 1965. Suka dan duka mereka lalui. Mulai dari 30 pelanggan setiap hari, hingga tak ada yang datang sama sekali.


Jarum jam sudah melewati angka tiga. Hari menuju senja. Menyambut berjuta nostalgia. Dalam hidup, ketidakpastian adalah hal yang niscaya. Berpindah tempat sudah pernah dirasa. Begitu pula berganti nama karena aturan dari rezim yang berkuasa. Belum lagi waktu untuk bersua dengan keluarga yang berada di luar kota.



Langit senja semakin teduh dengan pelita. Kadang terasa mesra, kadang hampa. Ibarat kanvas kosong yang menunggu diberi warna. “Kalau saya tidak bekerja, cepat mati saya. Kalau tidak ada kegiatan, gampang sakit. Mati saya tidur di rumah. Mending ketemu teman-teman.” Sahut ketiga sahabat saat ditanya mengapa masih bekerja di usia yang sudah senja.

Jarum jam tak lagi menunjuk angka tiga. Pada akhirnya semua akan menuju purna. Pangkas Rambut Sahabat hanya tinggal cerita. Bukan hanya tentang gunting dan rambut. Bukan hanya tentang rezeki yang harus dijemput. Namun juga tentang detak zaman yang terus berdenyut.





Foto : Irawan Suharto (Dokumentasi tahun 2019)

Teks : Rizal Pratama Nugroho 

2 comments:

Anonymous said...

Keren... Sebuah catatan sejarah yg berhasil direkam

Sonia Hobbs said...

Thhanks for posting this