Berfotografi, entah itu sebagai hobi atau profesi, tak lepas dari merasakan. Ia merupakan bagian dari proses. Dalam hal street fotografi maupun pendekatan yang lain, pasti akan ada suatu perasaan yang mendorong kita membidik lalu menekan tombol rana. Bisa perasaan senang, resah, bahkan marah.
Ngomong-ngomong tentang resah, Walkingalam memiliki agenda yang sudah sangat lama tidak dilakukan, yaitu Galau Fotografi. Terakhir kali ada pada bulan Januari tahun 2016. Jika membaca kembali tulisan 7 tahun yang lalu, bisa dimaknai bahwa acara ini merupakan wadah menyampaikan keresahan masing-masing penikmat maupun pelaku fotografi.
Ide menghadirkan kembali Galau Fotografi ini lebih didasari karena kami ingin ada acara ngumpul-ngumpul sambil diskusi santai. Baik itu dihadiri wajah-wajah lama, maupun baru. Baik itu ngobrolin khusus seputar street photography, maupun fotografi secara umum.
Sebelum mengunggah flyer pada akun instagram walkingalam, kami masih beradu pendapat seputar teknis acara. Kami sadar, acara ini kurang menarik bagi banyak orang, kurang "seksi". Butuh sesuatu yang tidak hanya sekadar berkeluh kesah. Ditambah, dari kami berenam tidak ada satupun yang hadir pada Galau Fotografi edisi pertama. Singkat cerita, kami bersepakat bahwa pada acara ini juga akan diadakan diskusi untuk nominasi featured Walkingalam of the Month.
Diskusi nominasi Walkingalam of the Month |
L'histoire se répète
Nampaknya kalimat "sejarah selalu berulang" yang dilontarkan oleh Philip Guedalla benar adanya. Meski tidak persis, apa yang muncul pada Galau Fotografi edisi kali ini mungkin sama seperti edisi sebelumnya. Tidak tentu arah, juga tidak berujung pada suatu konklusi. Hanya menumpahkan apa yang ada di pikiran, lalu didengarkan oleh yang lain. Cocok betul dengan tagline yang ada pada flyer.
Untungnya ada beberapa pertanyaan maupun pernyataan yang menurut kami bisa berkembang menjadi sesuatu. Entah itu diskursus atau bisa jadi sebuah karya kolektif di kemudian hari.
"Mengapa iklim foto di tiap kota bisa berbeda-beda?"
"Mengapa di Jogjakarta bisa begitu banyak event fotografi ataupun seni?"
"Apakah ketika memotret di Kampung Warna-warni Jodipan pada beberapa tahun lalu, kita sudah memprediksi bahwa kondisinya di masa depan akan seperti sekarang ini?"
"Mengapa kita tidak memotret kembali di pasar?"
"Kadang kalo pas motret klien wedding trus gak pake kamera merk X suka dikomplain.."
"Fotografi itu mau kita bahas ke ranah seni apa matematika?"
"Sekarang orang motret analog cuma biar dapet vibesnya...."
Apapun itu, semua kembali pada diri masing-masing. Galau Fotografi hanyalah pemantik awal. Sejauh mana ia membawa manfaat, tergantung pada apa yang akan terjadi berikutnya. Apakah kita akan mencoba bereksperimen terhadap praktik yang sudah sering kita lakukan? Apakah dalam berfotografi kita akan lebih menentukan arah? Mau diapakan foto-foto yang sudah terekam? Paling tidak, jangan sampai lupa untuk mengunggah foto dengan #walkingalam. Itu saja bagi kami sudah cukup untuk sementara ini.
Terima kasih telah datang dan berbagi cerita.
Sampai bertemu di kegiatan selanjutnya.
Teks: Rizal Pratama N.
Foto: Akbar Haramain, Tufail Rosyad, & Kru Kedai Kopi Saudara
No comments:
Post a Comment