Beberapa bulan sebelum digelar
Kumpul Buku Foto Malang kemarin, saya sempat diminta oleh beberapa rekan di Malang untuk
pulang kampung dan membuat semacam acara yang mengangkat tentang buku
foto serta bentuk pengarsipan karya. Mereka menawarkan gagasan untuk mengadakan
Kumpul Buku Foto lagi sebagai sarana berkumpul, bertukar pikiran, dan sedikit
sharing tentang buku foto Indonesia yang rupanya sekarang sedang
mekar-mekarnya. Saya berfikir bahwa format acara Kumpul Buku Foto jika setiap
tahun hanya seperti itu maka akan bosan juga. Saya kemudian menawarkan beberapa
kegiatan alternatif yang bisa dilakukan disamping hanya kumpul-kumpul dan tukar
buku saja. Plan A, saya menawarkan
acara ini bisa dilakukan dengan tambahan acara sharing tentang buku foto favorit
dari para peserta atau siapa saja dan plan
B, saya menawarkan konsep acara buku foto ditambah kegiatan workshop
kecil-kecilan tentang bagaimana membuat dummy buku foto yang akan saya dampingi,
tentu saja jika saya bisa pulang kampung ketika acara tersebut digelar.
Jatuhlah tanggal 27 November 2016
yang dipilih untuk mengadakan Kumpul Buku Foto Malang 2016. Saya menyempatkan
diri pulang ke kampung halaman selama dua hari untuk melaksanakan plan B, yaitu workshop membuat dummy
buku foto dari mulai proses editing, sequencing,
layout, hingga finishing yang diadakan pada tangal 26 November, sehari sebelum acara Kumpul Buku Foto Malang 2016 digelar. Para
peserta akhirnya harus dipilih secara internal dengan melihat projek mereka
yang sudah setengah matang dan siap dituangkan dalam lembar buku, sekaligus juga
mempertimbangkan kemungkinan menyelesaikan dummy buku tersebut untuk bisa
ditampilkan bersama dalam Kumpul Buku Foto Malang esok harinya. Dengan
mempertimbangkan waktu, tenaga, dan kapasitas saya sebagai manusia yang masih
membutuhkan makan, minum, dan istirahat, dan juga bersenang-senang sedikit, maka
akhirnya diputuskanlah lima orang partisipan yaitu Amri Ali, Dyah Agustini,Galang Anugrah,
Rizki Dwi Putra, dan Dani Artana, dengan catatan bahwa siapapun bisa datang dan
menyimak proses pembuatan dummy buku foto yang dilakukan di kediaman Amri
tersebut.
Saya menyampaikan kepada mereka
bahwa dalam kegiatan ini saya hanya mendampingi dan memfasilitasi ide dan
gagasan mereka sehingga mereka kemudian harus mempersiapkan gambaran tentang
foto dan bentuk projek masing-masing jauh hari sebelum worksop ini dimulai.
Saya berfikir mungkin agak kejam untuk memaksa mereka bekerja sangat keras
untuk membuat dummy buku foto mereka sampai selesai dalam bentuk fisik dalam
waktu yang sangat singkat, namun ‘pemaksaan’ itu perlu dilakukan sehingga
selanjutnya mereka bisa ‘memaksa’ diri mereka sendiri dalam meng-kongkretkan
karyanya baik dalam bentuk buku foto atau bentuk apapun.
Kerja kelompok ini dimulai pukul 09.30 dengan sesi editing dan sequencing yang dibantu oleh mas Ichwan
‘Boljug’ Susanto dan Andi Brata. Kami bertiga saling membagi tugas dalam
mendampingi para partisipan sementara saya mendampingi secara khusus
masing-masing partisipan dalam proses layouting
dan penyampaian gagasan dalam bentuk buku. Kami menempuh proses dan menghadapi
berbagai macam problem yang berbeda dari mulai masalah keselarasan warna
tiap-tiap foto, pengolahan ide dan gagasan, pengolahan bentuk buku termasuk
ukuran, layout, dan lain-lain. Proses yang rumit ini tentu saja harus molor
hingga tengah malam karena proses pembuatan buku memang sangat
rumit meskipun hanya dummy-non-cetaknya
saja. Tapi karena paksaan ‘egois’ saya yang ingin melihat para partisipan
dengan fisik dummy-nya, akhirnya
saya, tim workshop, dan para partisipan harus menyerah pada beberapa—bahkan
banyak—kekurangan baik secara tematis maupun secara teknis yang memang harus
ada sebagai catatan revisi untuk bentuk dummy-dummy
buku selanjutnya dalam projek yang mereka kerjakan ini. Kami mengakhiri proses
editing, sequancing, dan layout tepat beberapa menit sebelum tengah malam dengan
kesadaran bahwa desain dummy tersebut masih menyimpan kekurangan (baca: potensi
untuk diolah lebih lanjut).
Esok paginya, dummy masing-masing partisipan dicetak
dan kemudian memasuki proses finishing
selain mereka juga harus mempersiapkan acara Kumpul Buku Foto. Pukul 01.00
ketika acara Kumpul Buku Foto Malang 2016 sudah digelar, kami masih sibuk
memotong kertas, mengurutkan halaman, dan mem-binding dummy buku foto. Beberapa
partisipan malah melakukan improvisasi dadakan pada desain covernya dengan menambahkan
material kertas lain sebagai jacket. Saya melepaskan ide liar mereka, toh ini
juga dummy buku foto pertama mereka. Beberapa ada yang cocok, beberapa bahkan
sangat liar dan ngawur..hahahaha. Justru ketika mereka mau berfikir keras untuk
improvisasi tersebut, apapun bentuknya, saya benar-benar bersemangat ketika melihat mereka bekerja dan berfikir keras, meskipun saya juga tetap menanyakan serta menanggapi
gagasan-gagasan tersebut.
Meskipun sangat molor dari jadwal
yang seharusnya, akhirnya dummy buku foto para partisipan telah diselesaikan
sekitar pukul 16.30. Sambil membuka acara sharing buku foto favorit, saya
memberikan pengantar bahwa kemarin kami telah melakukan workshop kecil-kecilan
membuat buku foto yang diikuti oleh lima partisipan dan hasilnya bisa dinikmati
sore itu juga. Saya mengundang lima partisipan untuk maju dan mempresentasikan
dummy bukunya, inilah mereka!
Amri A.R - Momento Mori |
Galang Anugrah - Landscape Anomaly |
Dyah Agustini - What Did the Sea Do to Me |
Rizki Dwi Putra - N |
Dani Artana - Sayonara |
Pada akhirnya memang proses
pembuatan dummy foto tersebut selesai dilakukan dengan sistem lembur dan
menekan diri untuk terus bekerja. Namun, saya sadar bahwa
membuat buku foto memang tidak semudah dan sesingkat itu sehingga di akhir
workshop, saya harus mengingatkan pada partisipan bahwa membuat buku foto tidak
se-instan dan semudah itu, banyak proses-proses dan pertimbangan lain yang
harus diperhitungkan. Bentuk fisik yang mereka hasilkan saat ini hanyalah
sebuah dummy buku, belum sebuah buku foto yang puncak. Saya menutup workshop
ini dengan mengatakan bahwa projek buku tersebut masih sangat prematur, dalam
artian bahwa projek tersebut harus dikembangkan dan diendapkan lebih lanjut
agar lebih sempurna. Namun upaya yang kami lakukan bersama selama kurang lebih
dua hari tersebut adalah upaya ‘memaksa’ diri untuk berproses meskipun
sementara ini kami harus puas dengan dummy buku foto yang masih banyak
kekurangan dan akan terus dikembangkan itu. Dummy-dummy buku foto tersebut
adalah sebuah titik berproses yang paling tidak akan mengingatkan mereka
tentang progress yang telah mereka kerjakan dan sebagai titik untuk bergerak
lebih canggih lagi.
Sampai jumpa rekan-rekan, dua
hari yang sibuk itu begitu menggairahkan bukan?
Di dalam kereta menuju Jogja,
28 November, 2016.
Furqan.